Tuesday, March 24, 2015

Indahnya Sistem Perekonomian Islam

Jadi orang miskin sering kali bukanlah pilihan, namun keterpaksaaan alias kodrat. Betapa banyak dari orang miskin yang berjuang dengan banting tulang peras keringat sepanjang siang dan selebar malam. Namun walaupun keringat telah diperas dan tulang telah dibanting, toh tetap saja kemiskinan tetap melilit dengan erat.

Kondisi banyak dari mereka memang sangat menyedihkan, dan siapapun yang mengetahuinya pasti tersayat pilu, dan merasa iba. Namun demikian, apakah rasa iba dan pilu semata cukup untuk merubah kondisi mereka menjadi kaya raya?

Demikian pula halnya dengan ikut menangis bersama mereka atau merintih bersama mereka juga belum cukup untuk membalikkan kondisi mereka. Rasa iba sepatutnya diikuti dengan langkah nyata, sehingga derita dan beban saudara kita kaum faqir dan miskin menjadi ringan.

والله في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه

Dan Allah pasti menolong hamba-Nya selama hamba-Nya tersebut juga sudi untuk menolong saudaranya yang lain” (Muslim)

Karena itu dalam islam disyari’atkan berbagai syari’at yang bertujuan untuk mewujudkan sistem distribusi ulang (redistribution) harta kekayaan. Dalam sistem syariat Islam diajarkan: zakat, infak, hukum warisan, nafkah, manihah, hibah, hadiah, fai’, ghanimah, ariah, kafarat, ihyaul mawat (menghidupkan lahan tidur), hutang piutang yang bebas riba, dan lainnya.
Dengan berbagai syari’at tersebut harta kekayaan dapat berputar secara berkesinambungan dan merata di seluruh lapisan masyarakat. Sistem distribusi ulang yang diajarkan syari’at Islam menjamin terwujudnya tatanan masyarakat yang adil dan harmonis, saling menyayangi dan menyantuni, tepo seliro dan bersaudara.

مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم مثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى

Perumpamaan kaum mukminin dalam urusan cinta, kasih sayang dan bahu membahu sesama mereka bagaikan satu tubuh, bila ada satu anggota tubuh yang sakit niscaya seluruh tubuh turut merasakan susah tidur dan demam” (Muttafaqun ‘Alaih)

Tulisan ini adalah upaya untuk menggambarkan tentang sistem perekonomian Islam yang begitu indah. Harapannya anda dapat memahami kondisi perekonomian masyarakat yang ada saat ini, yang menerapkan sistem kapitalis; yang kaya harus tetap kaya dan bahkan semakin kaya sedangkan yang miskin harus tetap miskin dan kalau bisa semakin miskin. Kondisi semacam ini adalah hasil pasti dari sistem perekonomian kapitalis, sebagaimana yang telah Allah Ta’ala perigatkan pada ayat berikut:

(مَّا أَفَاء اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ)

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” (QS. al Hasyr 7)

Dan diisyaratkan pula oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada banyak hadits, diantaranya pada hadits berikut:

أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

Sejatinya Allah telah mewajibkan atas mereka untuk membayar sedekah (zakat) yang dipungut dari orang orang kaya dan didistribusikan ulang kepada kaum fakir dari kalangan mereka sendir“. (Muttafaqun ‘alaih)

Karena itu, siapapun, dan bagaimanapun dan apapun yang terjadi selama sistem perekonomiannya adalah kapitalis, maka yang kekayaan itu hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang. Masihkah anda ragu dan mengharap agar sistem perekonomian yang ada dapat mengentaskan anda atau saudara anda dari kemiskinan? Bukankah, fakta telah membuktikan dan bahkan anda telah menjadi bagian dari korbannya?

Hanya dengan memohon dan bertawakkal kepada Allah, selanjutnya anda banting tulang dan peras keringat solusi yang tepat untuk menghadapi kondisi perekonomian yang ada. Semoga Allah Ta’ala merahmati dan melindungi kita semua sehingga selamat dari petaka keangkara-murkaan penganut kapitalis.

Penulis: Ust. DR. Muhammad Arifin Baderi, Lc., MA.

0 comments:

Post a Comment